Menikmati Waktu, Menanti Tua Bersama



Sering saya melihat kakek dan nenek berjalan berdua dengan bergandengan tangan. Walaupun usianya sudah "sepuh" tetapi saya masih melihat aura kemesraan di antara keduanya. Seperti iklan motor yamaha Touching your heart pokoknya. Sangat menyentuh.

Saya berfikir, apa yang membuat mereka saling mencinta dan tetap mesra sampai tua. Apakah hanya karena kekuatan cinta yang menghasilkan komitmen masa lalu atau karena apa. "Wis dek, pokoknya apapun yang terjadi kita selalu satu hati dan kita jalanin bersama," begitu kurang lebihnya, seperti iklan motor Honda "One Heart"

Kalau hanya karena kekuatan cinta kok sepertinya tidak. Karena cinta itu bisa saja luntur karena gerusan waktu. Coba lihat, mereka yang bercerai bukanya dulu hatinya haru biru penuh dengan cinta yang akhirnya berbuah pernikahan. Jarang pernikahan terjadi tanpa cinta di antara keduanya. Kalau masih ada, itu sebuah pengecualian dalam perspektif masyarakat saat ini. Barangkali satu di antara seribu orang.

Saya pernah bertanya pada seseorang. Sebut saja namanya Mbah Jarwo dan Mbok Sarni. Kebetulan ketemu sama kakek-nenek tersebut di sebuah warung es cendol di pinggiran jalan. Ketika saya tanya tentang apa resepnya kok bisa mesra sampai tua. Apa jawaban mereka? Kalau saya translate ke dalam bahasa Indonesia seperti ini :
"Kami telah sepakat menghormati "ikatan pernikahan". Kami telah menyerahkan diri masing-masing untuk lebur pada ikatan itu. Kami juga tidak berfikir atas perceraiaan, karena hidup cuman sekali. Kalau sudah diberi jodoh Tuhan satu ya itu sampai mati. Menerima pemberian itu dengan syukur "
Dari jawaban ini saya menyimpulkan bahwa, "Nrimo ing Pandhum" atau menerima pemberian Tuhan apapun itu dan seberapun itu disertai syukur yang menjadi prinsip Mbah Jarwo dan Mbok Sarni.

Ternyata prinsip hidup yang sederhana itu menentramkan hidup itu sendiri. Apa masih cocok prinsip tersebut diterapkan di jaman yang serba gemerlap ini ? Silahkan anda maknai sendiri. Yang pasti sudah ada contoh kehidupan itu.

Semoga saya seperti Mbok Sarni dan Bapaknya anak-anak seperti Mbah Jarwo, dapat menikmati waktu dan menanti tua bersama, setelah itu baru mati.


Komentar

  1. nrima ing pandum, lan nrima nalika ora keduman.. Wah keiinget postingan saya yg berjudul nrimo ing pandum, :) Iya mbak, intinya kita harus bersyukur dan menerima apa adanya keadaan yang sedang kita hadapi..

    BalasHapus
    Balasan
    1. betul mak, bersyukur itu bikin kita selalu keduman. Kalau toh tidak keduman tidak akan menimbulkan prasangka buruk pada Yang Pencipta. Semua sudah ada jatahnya masing-masing...:)

      Hapus

Posting Komentar

HIMBAUAN BERKOMENTAR :
1. Tersenyum Dulu | 2. Berkomentarlah sesuai dengan artikel diatas | 3. Gunakan Open ID / Name Url / Google+ | 4. Gunakan Bahasa Yang Jelas | 5. Jaga Kesopanan Ingat Pasal 27, Pasal 28, dan Pasal 29 UU ITE :) | 6. Jangan Nye-SPAM | 7. Maaf, link aktif otomatis terhapus| 8. Jangan Berpromosi | 9. Jangan minta transfer pulsa | 10. Begitulah.

Postingan Populer